![]() |
Mustakin didepan gubuknya |
WAJOTERKINI.COM --- Mustakin, pria paruh baya ini hidup dibawah garis kemiskinan. Tinggal disebuah gubuk yang jauh dari kata layak bersama istri dan dua anaknya yang masih dibawah umur, di daerah Pacceccang Kelurahan Maddukelleng Kecamatan Tempe.
Di lahan itulah Mustakin bersama istrinya Cakka (48 tahun) diberi izin mendirikan gubuknya oleh pemilik lahan yang juga tetangganya itu. Namun terkadang itu mengacaukan pikirannya jika suatu nanti pemilik lahan akan menggunakan lahannya. Kemana dirinya akan pindah bersama keluarganya.
Saat kunjungan, tergambarkan keseharian Mustakin lebih banyak tak berpenghasilan. Dirinya tidaklah memiliki keahlian layaknya keluaran perguruan tinggi atau sekolah kejuruan yang bisa dengan mudah memperoleh pekerjaan dan dibayarkan sesuai standar keahliannya.
Meski hanya berpendidikan rendah, Mustakin memiliki harapan putrinya Agustina (10 tahun) berpendidikan tinggi dan kelak menjadi kebanggaan keluarga.
Sembari menceritakan gadis cantiknya itu yang kini duduk dibangku sekolah dasar di bumi Lamaddukelleng, yang tiap harinya diantar dan ditemani istri tercintanya. Sejenak Mustakin terdiam, matanya berkaca-kaca akan ada air menetes di pipinya yang mulai kusam termakan usia.
Tatkala melanjutkan, terlihat kesedihan mendalam dengan mata menatap tajam dan mengatakan dirinya juga memiliki seorang putra Agung, kakak dari Agustina.
Putra sulungnya yang kini berusia 15 tahun, hanya berdiam diri dirumah. Tak lagi mau menginjakkan kaki di sekolah. Katanya, putranya ini sudah berhenti sejak dua tahun lalu, ia sangat takut ke sekolah bahkan selalu malu bertemu orang.
Ia tak ada biaya membawa buah hatinya itu ke dokter untuk diperiksakan. Untuk makan saja mereka susah. Apalagi untuk biaya konsultasi kesehatan. Masa sekali tak ada.
Ungkapnya penuh lirih untuk makan saja terkadang hanya berharap belas kasih tetangga, jikalau dirinya tak ada uang untuk membeli kebutuhan dapur.
Menurutnya, anaknya harus sekolah, agar hidupnya tidaklah sepertinya yang serba kekurangan. Seperti istrinya yang juga tak ada pekerjaan. Nantinya mereka harus jauh dari kata miskin. Penuh harap.
Kendati hidup dibawah garis kemiskinan, Mustakin tak mengenal mengeluh. Terus menyemangati diri dan keluarganya bahwa suatu saat mereka juga bisa hidup layak seperti orang-orang Sengkang yang punya lahan sendiri, punya rumah bagus dan akan keluar dari belenggu kemiskinan.
Kecintaannya pada keluarga kecilnya, membuatnya harus kerja serabutan. Tak lelahnya menawarkan tenaganya yang tidak seberapa kepada tetangganya jika membutuhkan bantuannya seperti memperbaiki atap, mengangkat kayu meski dengan upah yang sangat minim, yang terkadang juga hanya dibayar dengan sebungkus rokok. Mustakin selalu mensyukurinya.
Segala apa yang dikerjakan selalu dibarengi dengan kesabaran, keikhlasan dan rasa syukur kepada Sang Pencipta. Karena Mustakin tak pernah lupa bahwa hidup ini ada yang mengaturnya yakni Gusti Allah.
Marilah wahai kaum dermawan ulurkan tanganmu, bantu ringankan beban hidup saudara-saudara kita. Mustakin hanya salah satu dari sekian banyak warga miskin di tanah Wajo ini.
Semoga bantuan kalian bernilai ibadah dan petiklah amal itu di akhirat kelak.(wt-cn)
Dapatkan Berita Terupdate dari JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia