Sabtu 28 Juni 2025

SPACE IKLAN

SPACE IKLAN

Kritik Sosial di Media Sosial

Berita Wajo Terkini
Minggu, 07 Juni 2015 | 08.27.00 WIB Last Updated 2015-06-07T03:54:44Z


"Kritik Sosial di Media Sosial"
Penulis :Ashari Ramadhan Hairil

Meminjam defenisi kritik sosial dari Astrid Susanto yang mengatakan bahwa kritik sosial adalah “suatu aktivitas yang berhubungan dengan penilaian (juggling), perbandingan (comparing), dan pengungkapan (revealing) mengenai kondisi sosial suatu masyarakat yang terkait dengan nilai yang dianut ataupun nilai-nilai yang dijadikan pedoman.” Dari pengertian tersebut dapat kita simpulkan bahwa kritik sosial akan muncul apabila suatu kondsi tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat atau dengan kata lain telah terjadi penyimpangan terhadap nilai-nilai yang selama ini tumbuh di dalam kehidupan masyarakat. Sebagian besar orang berpendapat bahwa kritik diperlukan untuk membangun sebuah lingkungan yang ideal untuk mencapai tujuan yang diharapkan terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Negara sebagai sebuah organisasi masyarakat tentunya mempunyai nilai-nilai yang tumbuh dalam lingkungan para yang anggotanya. Nilai-nilai tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah instrumen yang disebut dengan peraturan perundang-undangan. Instrumen terebut diharapkan mampu mengatur seluruh sendi kehidupan lapisan suatu negara baik pemerintah (eksekutif, legeslatif dan yudikatif) dan warga negara untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kekuasaan terpusat pada sebuah organisasi yang disebut dengan pemerintah. Dalam menjalankan roda kekuasaannya pemerintah tentunya berpedoman pada peraturan perudang-undangan yang berlaku. Posisi pemerintah yang sangat strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadikan pemerintah sebagai objek dari krtik sosial yag dilakukan oleh masyarakat jika dalam menjalankan roda kekuasaannya pemerintah melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku.

Berkembangnya teknologi dan infomasi dewasa ini memunculkan kebiasaan baru dalam masyarakat dengan menyampaikan krtikannya terhadap pemerintah melalui media sosial. Masih ingatkah anda dengan tanda pagar di media twitter #ShameonyouSBY, #TerimakasihSBY, #salam2jari, #syukuranrakyat, dan #salamgigitjari yang menjadi perbincangan masyarakat Indonesia. Media sosial kini menjadi ruang publik yang virtual karena didukung dengan perkembangan teknogi dan informasi. Media sosial mampu menjadi media komunikasi yang efektif, dengan menekan satu tombol sesorang mampu berkomunikasi dengan jutaan orang tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

Meminjam (lagi) gagasan dari Habermas melalui teori kritisnya, kita bisa menelaah mengapa media sosial menjadi ruang publik virtual sekaligus wadah kritik, manusia hakikatnya adalah makhluk rasional yang berpikir melalui dialog intersubjektif atau kita bisa menyebutnya sebagai rasio komunikatif. Rasio ini berjalan apabila proses dialog intersubjektif berada dalam kondisi terbuka, sejajar, tanpa paksaan dan tekanan. Di media sosial, proses dan arus informasi berjalan bebas dan tanpa sekat yang membatasinya. Para pengguna sosial media (netizen) bisa berdialog, berdiskusi sekaligus mencari dan menyebarkan fakta-fakta yang menurutnya itu benar. Proses tersebut terus berulang-ulang, tidak monolitik dan menjadi intens ketika suatu peristiwa setidaknya menyangkut kepentingan para netizen.  

Sayangnya beberapa orang yang melancarkan kritik terhadap pemerintah melalui media sosial harus berurusan dengan aparat hukum. Kasus yang mungkin paling menyita perhatian masyarakat adalah pengkritik Presiden Jokowi yang dipolisikan. Dari pengalaman sebelumnya dimana banyak pengkritik di media sosial yang nasibnya harus ditentukan di depan patung Dewi Justitia kembali memunculkan fenomena baru. Para kritikus tetap menggunakan media sosial sebagai media komunikasinya tapi dengan menggunakan akun anonim (palsu). Fenomena akun anonim ini juga bukan hanya melancarkan krtikannya terhadap pemerintah pusat tetapi juga merambah ke pemerintah daerah. Seperti akun-akun anonim yang muncul beberapa bulan terakhir ini yang mengkritik Pemerintah Daerah Kabupaten Wajo yang dianggap gagal dan korup. Akun-akun tersebut membeberkan data-data dan bukti-bukti mengenai penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Pengungkapan data-data dan bukti-bukti tersebut tentu akan sangat bermanfaat untuk mengontrol pemerintah daerah jika memang telah melakukan penyimpangan sepanjang hal-hal yang diungkapkan tersebut terbukti kebenarannya. Tapi jika data-data dan bukti-bukti yang diungkapakan oleh akun-akun anonim tersebut tidak dapat dipetanggungjawabkan kebenarannya maka hal ini akan berbahaya jika masyarakat tidak mampu menyaring informasi-infomasi yang telah beredar. Informasi tersebut akan membawa masyarakat ke sebuah doktrin atau sebuah kebohongan yang ditunggangi oleh pemilik kepnetingan.

Terakhir saya lagi-lagi meminjam ucapan seorang tuan guru (yang tidak  dapat saya sebutkan namanya) yang mengatakan bahwa akun anonim yang muncul di media sosial untuk mengkritik pemerintah Daerah Kabupaten Wajo tersebut tidak akan menimbulkan dampak yang signifikan karena tidak ada titik klimaks dari data-data dan bukti-bukti yang telah diungkapkan mengenai penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Kritikan ini hanya akan betul-betul menjadi kritikan maya, semaya media kritikan itu, dan semaya yang melemparkan kritikan tersebut. Jadi dapat kita simpulkan bahwa jika sebuah kritikan itu tidak mampu menunjukkan sebuah kebenaran seperti yang diungkapkan oleh Astrid Susanto dan menyebarkan fakta-fakta menurut Herbes, serta tidak dapat memberikan perbaikan terhadap sebuah penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat menurut si tuan guru maka kritikan itu tujuannya bukan untuk membangun tapi untuk menjatuhkan. Maka dari itu para pecandu akun-akun anonim harus mampu menyaring informasi yang disajikan dan bijak mengomentari setiap kritikan yang dilemparkan agar tidak terjebak dalam romantisme kepentingan para kaum kerah putih.   
Dapatkan Berita Terupdate dari JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.

Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kritik Sosial di Media Sosial

Trending Now