"Kritik Sosial di Media Sosial"
Penulis :Ashari Ramadhan Hairil
Meminjam defenisi kritik
sosial dari Astrid Susanto yang mengatakan bahwa kritik sosial adalah “suatu aktivitas yang berhubungan dengan
penilaian (juggling), perbandingan (comparing), dan pengungkapan (revealing)
mengenai kondisi sosial suatu masyarakat yang terkait dengan nilai yang dianut
ataupun nilai-nilai yang dijadikan pedoman.” Dari pengertian tersebut dapat
kita simpulkan bahwa kritik sosial akan muncul apabila suatu kondsi tidak
sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat atau dengan kata lain
telah terjadi penyimpangan terhadap nilai-nilai yang selama ini tumbuh di dalam
kehidupan masyarakat. Sebagian besar orang berpendapat bahwa kritik diperlukan
untuk membangun sebuah lingkungan yang ideal untuk mencapai tujuan yang
diharapkan terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Negara sebagai sebuah
organisasi masyarakat tentunya mempunyai nilai-nilai yang tumbuh dalam
lingkungan para yang anggotanya. Nilai-nilai tersebut kemudian dituangkan dalam
sebuah instrumen yang disebut dengan peraturan perundang-undangan. Instrumen
terebut diharapkan mampu mengatur seluruh sendi kehidupan lapisan suatu negara
baik pemerintah (eksekutif, legeslatif dan yudikatif) dan warga negara untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
kekuasaan terpusat pada sebuah organisasi yang disebut dengan pemerintah. Dalam
menjalankan roda kekuasaannya pemerintah tentunya berpedoman pada peraturan
perudang-undangan yang berlaku. Posisi pemerintah yang sangat strategis dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara menjadikan pemerintah sebagai objek dari
krtik sosial yag dilakukan oleh masyarakat jika dalam menjalankan roda
kekuasaannya pemerintah melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap
peraturan-peraturan yang berlaku.
Berkembangnya teknologi
dan infomasi dewasa ini memunculkan kebiasaan baru dalam masyarakat dengan menyampaikan
krtikannya terhadap pemerintah melalui media sosial. Masih ingatkah anda dengan
tanda pagar di media twitter #ShameonyouSBY,
#TerimakasihSBY, #salam2jari, #syukuranrakyat, dan #salamgigitjari yang menjadi
perbincangan masyarakat Indonesia. Media sosial kini menjadi ruang publik yang
virtual karena didukung dengan perkembangan teknogi dan informasi. Media sosial
mampu menjadi media komunikasi yang efektif, dengan menekan satu tombol
sesorang mampu berkomunikasi dengan jutaan orang tanpa dibatasi oleh ruang dan
waktu.
Meminjam
(lagi) gagasan dari Habermas melalui teori kritisnya, kita bisa menelaah
mengapa media sosial menjadi ruang publik virtual sekaligus wadah kritik, manusia
hakikatnya adalah makhluk rasional yang berpikir melalui dialog intersubjektif
atau kita bisa menyebutnya sebagai rasio komunikatif. Rasio ini berjalan
apabila proses dialog intersubjektif berada dalam kondisi terbuka, sejajar,
tanpa paksaan dan tekanan. Di media sosial, proses dan arus informasi berjalan
bebas dan tanpa sekat yang membatasinya. Para pengguna sosial media (netizen) bisa berdialog, berdiskusi
sekaligus mencari dan menyebarkan fakta-fakta yang menurutnya itu benar. Proses
tersebut terus berulang-ulang, tidak monolitik dan menjadi intens ketika suatu
peristiwa setidaknya menyangkut kepentingan para netizen.
Sayangnya
beberapa orang yang melancarkan kritik terhadap pemerintah melalui media sosial
harus berurusan dengan aparat hukum. Kasus yang mungkin paling menyita
perhatian masyarakat adalah pengkritik Presiden Jokowi yang dipolisikan. Dari
pengalaman sebelumnya dimana banyak pengkritik di media sosial yang nasibnya
harus ditentukan di depan patung Dewi Justitia kembali memunculkan fenomena
baru. Para kritikus tetap menggunakan media sosial sebagai media komunikasinya
tapi dengan menggunakan akun anonim (palsu). Fenomena akun anonim ini juga
bukan hanya melancarkan krtikannya terhadap pemerintah pusat tetapi juga
merambah ke pemerintah daerah. Seperti akun-akun anonim yang muncul beberapa
bulan terakhir ini yang mengkritik Pemerintah Daerah Kabupaten Wajo yang
dianggap gagal dan korup. Akun-akun tersebut membeberkan data-data dan
bukti-bukti mengenai penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah
daerah. Pengungkapan data-data dan bukti-bukti tersebut tentu akan sangat
bermanfaat untuk mengontrol pemerintah daerah jika memang telah melakukan
penyimpangan sepanjang hal-hal yang diungkapkan tersebut terbukti kebenarannya.
Tapi jika data-data dan bukti-bukti yang diungkapakan oleh akun-akun anonim
tersebut tidak dapat dipetanggungjawabkan kebenarannya maka hal ini akan
berbahaya jika masyarakat tidak mampu menyaring informasi-infomasi yang telah
beredar. Informasi tersebut akan membawa masyarakat ke sebuah doktrin atau
sebuah kebohongan yang ditunggangi oleh pemilik kepnetingan.
Terakhir
saya lagi-lagi meminjam ucapan seorang tuan guru (yang tidak dapat saya sebutkan namanya) yang mengatakan
bahwa akun anonim yang muncul di media sosial untuk mengkritik pemerintah
Daerah Kabupaten Wajo tersebut tidak akan menimbulkan dampak yang signifikan
karena tidak ada titik klimaks dari data-data dan bukti-bukti yang telah diungkapkan
mengenai penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Kritikan ini hanya
akan betul-betul menjadi kritikan maya, semaya media kritikan itu, dan semaya
yang melemparkan kritikan tersebut. Jadi dapat kita simpulkan bahwa jika sebuah
kritikan itu tidak mampu menunjukkan sebuah kebenaran seperti yang diungkapkan
oleh Astrid Susanto dan menyebarkan fakta-fakta menurut Herbes,
serta tidak dapat memberikan perbaikan terhadap sebuah penyimpangan yang
terjadi dalam masyarakat menurut si tuan guru maka kritikan itu tujuannya bukan
untuk membangun tapi untuk menjatuhkan. Maka dari itu para pecandu akun-akun
anonim harus mampu menyaring informasi yang disajikan dan bijak mengomentari
setiap kritikan yang dilemparkan agar tidak terjebak dalam romantisme
kepentingan para kaum kerah putih.
Dapatkan Berita Terupdate dari JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia