WAJOTERKINI.COM --- BAGI Hendra, Hari senin 26 Januari 2015, merupakan hari yang paling bersejarah dalam hidupnya. Lantaran, Hari senin itu, menjadi hari paling membahagiakan sekaligus hari terburuk bagi pria usia 28 tahun ini.
Tak seperti pasangan pengantin baru lainnya, Hendra alias Kenro, pemuda asal Lajokka Desa Mannagae, Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo, tak sempat menikmati indahnya bulan madu bersama sang istri. ( Tabe bacaki juga ini: Hendra "DPO" Dikenal Bernama Kendro ).
Penangkapan polisi ditengah jalan raya pun menjadi pukulan telak bagi Hendra dan keluarganya. Pria yang masih mengenakan pakaian adat bugis berwarna hijau datu kombinasi emas, merupakan, Daftar Pencarian Orang (DPO) yang selama ini dicari polisi. Dia diguga terlibat dalam pengeroyokan Firmansyah, Senin 17 Maret 2011 silam.
Penangkapan polisi ditengah jalan raya pun menjadi pukulan telak bagi Hendra dan keluarganya. Pria yang masih mengenakan pakaian adat bugis berwarna hijau datu kombinasi emas, merupakan, Daftar Pencarian Orang (DPO) yang selama ini dicari polisi. Dia diguga terlibat dalam pengeroyokan Firmansyah, Senin 17 Maret 2011 silam.
Penangkapan anak ketiga dari lima bersaudara di tengah perjalanan pulang usai melaksanakan Akad Nikah dikediaman mempelai wanita. Mapparola kata orang bugis, tak pelak menjadi tontonan masyarakat. Bahkan sempat memacetkan lalu lintas di jalan Poros Sengkang-Parepare tersebut.
Penangkapan anak dari pasangan Toha dan Dahlia tersebut, cukup dramatis. Seperti dalam sinetron, Sedan hitam bernopol DW 979 BB dihadang polisi gunakan mobil patwal. Saat berhenti, sekitar enam polisi, dua bersenjata laras panjang dan empat lainnya menyuruh Hendra turun.
Hendra yang turun tanpa perlawanan langsung dimasukkan ke dalam mobil kijang berwarna hijau untuk diamankan di Markas Polres Wajo. Melihat suaminya di bawah, Heriani hanya bisa menangis. Dia hanya pasrah melihat suaminya digelandang polisi. Rasa malu berkecamuk dibenak perempuan yang akrap disapa Heri itu.
Bahkan saat sesampainya di rumah mertua, Heri turun berlinangan air mata, dia hanya mengurung diri di dalam kamar."Yang membuat saya malu karena sampai di rumah hanya saya. Tidak adami suamiku,"kata Heri sambil mengusap air mata.
Heri tak banyak bicara. Dia hanya mengatakan, suaminya orang baik."Suami saya orang baik. Dia sabar dan tak banyak bicara,"ujarnya.
Heri lalu menangis di kamar pengantin, sementara Hendra, hanya bisa tertunduk malu di depan penyidik. Rasa panas ruangan 4x6 meter seakan tak dirasakannya. Meski pakaian pengantin masih melekat di badan pria kulit sawo matang berparas jangkung itu. Rasa dia tetap dingin."Tidak panas ji,"katanya.
Setelah dicecar beberapa pertanyaan oleh penyidik Polres Wajo, Hendra dipulangkan untuk melanjutkan resepsi pernikahannya. Namun, harapan untuk bersanding di pelaminan urung dilakukan keluarga."Kami tidak lagi lakukan resepsi. Semuanya kacau gara-gara penangkapan ini. Saya malu dengan hal ini," kata Toha.
Toha orang tua Henra, menyesalkan penangkapan yang dilakukan polisi, dimana saat anaknya dalam proses pernikahan."Kenapa tidak besoknya. Saya akan serahkan kalau memang anak saya bersalah,"lanjut Toha.
Selain itu, Toha juga menyangkan penangkapan anaknya yang mirip teroris. Karena saat penangkapan, ada polisi yang menodong senjata laras panjang dan mencekik leher Hendra dengan legannya."Kaya teroris saja ditangkap seperti itu. Kami sangat kecewa dengan cara penangkapan seperti itu,"ujarnya.(wt-chiwan).
Dapatkan Berita Terupdate dari JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia