![]() |
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Harry Azhar Aziz |
WAJOTERKINI.COM ,Jakarta - Direktur EmrusCorner Emrus Sihombing menilai, sudah tepat langkah yang akan dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mempelajari nama-nama warga Indonesia yang tercantum dalam dokumen "Panama Papers".
Namun mengingat nama yang tercatum tersebut jumlahnya ribuan, maka KPK harus membuat skala perioritas yg lebih dahulu diselediki.
“Dalam menentukan prioritas tersebut, KPK sejatinya lebih mengutamakan nama yang menduduki jabatan publik, seperti menteri dan ketua lembaga tinggi negara,” ujar Emrus di Jakarta, Senin (18/4).
Menurut dia, bukan hanya KPK tetapi Istana juga harus melakukan hal yang sama dengan menginvestigasi siapa saja menteri dan pejabat lainnya yang terlibat ilegal dalam pusaran Panama Papers. Presiden tidak boleh terkesan membiarkan masalah itu berlarut-larut.
Dikatakan, bila pemerintahan Jokowi membersikan korupsi di Indonesia, harus dimulai dari pimpinan tertinggi.
Untuk itulah, KPK harus segera menyelidiki menteri dan kepala lembaga tinggi negara lainnya yang namanya terlibat dalam perbuatan ilegal "Panama Papers".
Menurut Emrus,setidaknya ada dua alasan mengapa negara perlu memprioritaskan penyelidikan terhadap para pejabat negara yang terlibat tersebut.
Pertama, sebagai menteri maupun ketua lembaga seharusnya berperan serta aktif menarik investor dari luar masuk ke Indonesia, sebagaimana program Jokowi untuk membangun Indonesia mulai dari pinggiran.
“Oleh karena itu, bila ada menteri dan ketua lembaga tinggi negara malah menanamkan modalnya di luar negeri, apalagi terlibat ilegal dalam kasus "Panama Papers", itu sudah merupakan tindakan yang sangat bertentangan dengan Revolusi Mental dan Nawacita-nya, Jokowi. pejabat semacam ini tidak dapat dipercaya dan berpotensi melakukan tindakan proses pembusukan dari pemerintahan,” katanya.
Kedua, jika menteri atau ketua lembaga tinggi negara yang memegang jabatan yang terkait dengan pengelolaan badan usaha negara dengan penanaman modal asing, malah mengalokasikan uangnya di perusahaan atau perbankan luar negeri, membuktikan pejabat negara itu penuh kepalsuan dan tidak dapat dipercaya.
“Untuk itu, sembari menunggu penyelidikan dari KPK, alangkah elegannya menteri dan ketua lembaga yang bersangkutan mengundurkan diri. Budaya mundur harus kita bangun di Indonesia agar negeri ini cepat lepas dari cengkraman para penyamun yang menduduki jabatan publik. Sebagai contoh, perdana menteri Islandia sudah menyatakan mundur,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, nama sejumlah menteri dalam kabinet Presiden Joko Widodo diduga masuk dalam daftar dokumen yang disebut sebagai Panama Papers itu. Selain itu juga ada nama Ketua Badan pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis.
Harry -- yang namanya disebut sebagai pemilik salah satu perusahaan luar negeri di dokumen tersebut -- tidak membantah namanya ada di daftar namun menegaskan tidak bersalah dalam kasus ini.
Dokumen finansial Panama Papers mengungkap, perusahaan offshore Sheng Yue International Limited didirikan oleh Harry di yurisdiksi bebas pajak itu. Harry mengatakan saat ini sudah perusahaan tersebut sudah berpindah tangan.
“Kalau saya menghindari pajak, pasti ada transaksi. Perusahaan itu bukan milik saya lagi," kata Harry.(wt-beritasatu)
Namun mengingat nama yang tercatum tersebut jumlahnya ribuan, maka KPK harus membuat skala perioritas yg lebih dahulu diselediki.
“Dalam menentukan prioritas tersebut, KPK sejatinya lebih mengutamakan nama yang menduduki jabatan publik, seperti menteri dan ketua lembaga tinggi negara,” ujar Emrus di Jakarta, Senin (18/4).
Menurut dia, bukan hanya KPK tetapi Istana juga harus melakukan hal yang sama dengan menginvestigasi siapa saja menteri dan pejabat lainnya yang terlibat ilegal dalam pusaran Panama Papers. Presiden tidak boleh terkesan membiarkan masalah itu berlarut-larut.
Dikatakan, bila pemerintahan Jokowi membersikan korupsi di Indonesia, harus dimulai dari pimpinan tertinggi.
Untuk itulah, KPK harus segera menyelidiki menteri dan kepala lembaga tinggi negara lainnya yang namanya terlibat dalam perbuatan ilegal "Panama Papers".
Menurut Emrus,setidaknya ada dua alasan mengapa negara perlu memprioritaskan penyelidikan terhadap para pejabat negara yang terlibat tersebut.
Pertama, sebagai menteri maupun ketua lembaga seharusnya berperan serta aktif menarik investor dari luar masuk ke Indonesia, sebagaimana program Jokowi untuk membangun Indonesia mulai dari pinggiran.
“Oleh karena itu, bila ada menteri dan ketua lembaga tinggi negara malah menanamkan modalnya di luar negeri, apalagi terlibat ilegal dalam kasus "Panama Papers", itu sudah merupakan tindakan yang sangat bertentangan dengan Revolusi Mental dan Nawacita-nya, Jokowi. pejabat semacam ini tidak dapat dipercaya dan berpotensi melakukan tindakan proses pembusukan dari pemerintahan,” katanya.
Kedua, jika menteri atau ketua lembaga tinggi negara yang memegang jabatan yang terkait dengan pengelolaan badan usaha negara dengan penanaman modal asing, malah mengalokasikan uangnya di perusahaan atau perbankan luar negeri, membuktikan pejabat negara itu penuh kepalsuan dan tidak dapat dipercaya.
“Untuk itu, sembari menunggu penyelidikan dari KPK, alangkah elegannya menteri dan ketua lembaga yang bersangkutan mengundurkan diri. Budaya mundur harus kita bangun di Indonesia agar negeri ini cepat lepas dari cengkraman para penyamun yang menduduki jabatan publik. Sebagai contoh, perdana menteri Islandia sudah menyatakan mundur,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, nama sejumlah menteri dalam kabinet Presiden Joko Widodo diduga masuk dalam daftar dokumen yang disebut sebagai Panama Papers itu. Selain itu juga ada nama Ketua Badan pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis.
Harry -- yang namanya disebut sebagai pemilik salah satu perusahaan luar negeri di dokumen tersebut -- tidak membantah namanya ada di daftar namun menegaskan tidak bersalah dalam kasus ini.
Dokumen finansial Panama Papers mengungkap, perusahaan offshore Sheng Yue International Limited didirikan oleh Harry di yurisdiksi bebas pajak itu. Harry mengatakan saat ini sudah perusahaan tersebut sudah berpindah tangan.
“Kalau saya menghindari pajak, pasti ada transaksi. Perusahaan itu bukan milik saya lagi," kata Harry.(wt-beritasatu)
Dapatkan Berita Terupdate dari JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia