Oleh: Ns.Iwansyah
(CEO SUARA LITERASI PERAWAT
INDONESIA)
Sering
saya tegaskan ketika saya menjadi narasumber dibeberapa kegiatan kemahasiswaan
bahwa perawat itu ibarat lilin yang menerangi kegelapan tapi membakar dirinya
sendiri bukan seperti matahari yang menerangi kegelapan dan tidak membakar
dirinya. Perawat adalah profesi yang berhati mulia. Dibalik putihnya seragam
perawat disitulah tersimpan kesucian hati seolah-olah mengatakan :'saya siap
melayanimu (pasien) kapan saja agar engkau bisa tersenyum. Salah satu contoh
tokoh keperawatan dunia,: dahulu Seorang
Florent Ninghtingale hanya bermodalkan kejernihan hati, ketulusan cinta kepada
sesama walau tdk berbekal pengetahuan yg cukup tentang kesehatan. dia hanya
seorang putri bangsawan sang pembawa lentera kehidupan. dialah PERAWAT MALAIKAT
TAK BERSAYAP yg mengikuti nalurinya merawat korban perang. Tidak menyangka
bahwa tindakannya kelak menjadi sebuah profesi besar, profesi yg ditakdirkan
lahir dari rahim penuh CINTA. Dan tidak kalahnya seorang perawat muslim Rufaidah
Al-Asalmiya seorang perawat pertama muslim pada saat terjadi peperangan antara
kaum muslim dan kaum kafir Quraisy, Dalam peperangan, baik dalam keadaan menang
atau kalah, selalu ada korban nan berjatuhan. Di sinilah Siti Rufaidah merawat
orang-orang nan terluka dalam perang. Ia membangun tenda di sekitar masjid
Nabawi buat merawat kaum muslimin. Selain merawat orang lain, Rufaidah
Al-Aslamiya juga mengajarkan ilmu keperawatan kepada para perempuan agar dapat
membantu merawat orang nan sakit atau orang nan terluka dalam perang.
Bahkan
sebagai perawat, ia meminta izin kepada Rasulullah agar ia dan rekan lainnya
dapat ikut serta di garis belakang peperangan. Rufaidah Al-aslamiya juga ikut
aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti peduli terhadap kaum muslim
nan miskin, anak-anak nan terlantar. Ia juga mengajarkan ilmu dia miliki kepada
orang lain selain ilmu keperawatan. Sosok Rufaidah Al-Aslamiya sebagai tokoh
perawat Islam memiliki kepribadian nan sangat luhur dan memiliki sifat empati,
sehingga dalam memberikan pelayanan kesehatan sangat baik. Dua tokoh dunia ini
ibarat malaikat tak bersayap. Ada suatu kemiripan atau kalau boleh dikatakan
sama antara Pencinta Tuhan dengan Perawat, karena manusia adalah wakil Tuhan
atau kalau ditafsirkan ke dalam bahasa sufi : manusia adalah tajalli atau
manifestasi dari Tuhan, sedangkan perawat adalah pencinta sesama manusia. Jadi
Perawat adalah profesi yang sangat sufistik religius.
Seperti
yang saya katakan pada paragram pertama bahwa perawat itu ibarat lilin yang
menerangi kegelapan tapi membakar dirinya. Ya seperti halnya kisah dua tokoh dunia
keperawatan dunia Florent Ninghtingale dan Rufaidah Al-Aslamiya. Memiliki jiwa
sosial dengan mengedepankan tugas professionalnya dengan tidak memikirkan segala
tindakan dapat membahayakan diri sendiri demi kesembuhan pasien yang dirawat. Begitu
pula yang terjadi sekarang ini dengan melihat banyak kisah perawat bertujuan
membantu pasien melainkan dituduh melakukan mallpraktek diantaranya: seorang
mantri yang bertugas sebagai kepala puskesmas pembantu di pedalaman kalimantan
dijatuhi pidana karena membuat resep obat daftar G.Pidana dijatuhkan karena bersalah
melakukan praktik selayaknya dokter. Berusaha membantu menyelamatkan nyawa
pasien (Emergency) ujung-ujungnya
merugikan diri sendiri dan dituduh
melakukan mallpraktik. Dan muncul
baru-baru kemarin perawat Mutia terjadi mallpraktik
dan dijadikan tersangka pada kasus transfusi darah. Dan masih banyak kisah-kisah perawat lainnya
yang dituduh melakukan mallpraktik. Terkadang
kita lupa, bahwa kita menolong orang lain dan merugikan diri sendiri.
Perawat bukan
malaikat bersayap yang diciptakan tuhan tanpa salah. perawat hanya manusia adalah
malaikat tak bersayap yang tak lepas dari noda. Tapi berusaha untuk berproses
menjadi lebih baik dan terus memperbaiki diri. Memberi pelayanan yang terbaik.
Berharap jasa yang perawat lakukan
terpancar seputih baju yang dikenakan. Tidak
ada kata lelah menghadapi orang sakit tak semudah menghadapi orang yang sehat.
Sisi psikologis tentu sangat berperan, kesabaran yang ekstra harus dimainkan.
Belum lagi menghadapi keluarga pasien yang sudah tentu beraneka karakter,
memang harus memiliki kemampuan khusus. Semua tak mudah dan terkadang kesabaran itu harus teruji dan
goyah. Maafkan bila kami tak bisa terseyum 24 jam. Kami perawat hanya butuh
hargai keringat kami bukan membuat kami masuk dalam jeruji besimu. Kebaikan akan
dibalas dengan kebaikan dan keburukan akan dibalas dengan keburukan. Tiada sedikit
rasa sesal akan profesi. ingin aku
katakana pada dunia bahwa saya bangga menjadi seorang perawat meski kami bukan
malaikat yang bersayap. Tapi kami bisa menjadi malaikat tak bersayap.
Dapatkan Berita Terupdate dari JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia