SPACE IKLAN

SPACE IKLAN

Perawat Adalah Malaikat Tak Bersayap

Senin, 18 April 2016 | 18.05.00 WIB Last Updated 2016-04-18T10:05:58Z
Oleh: Ns.Iwansyah
(CEO SUARA LITERASI PERAWAT INDONESIA)

Sering saya tegaskan ketika saya menjadi narasumber dibeberapa kegiatan kemahasiswaan bahwa perawat itu ibarat lilin yang menerangi kegelapan tapi membakar dirinya sendiri bukan seperti matahari yang menerangi kegelapan dan tidak membakar dirinya. Perawat adalah profesi yang berhati mulia. Dibalik putihnya seragam perawat disitulah tersimpan kesucian hati seolah-olah mengatakan :'saya siap melayanimu (pasien) kapan saja agar engkau bisa tersenyum. Salah satu contoh tokoh keperawatan dunia,: dahulu Seorang Florent Ninghtingale hanya bermodalkan kejernihan hati, ketulusan cinta kepada sesama walau tdk berbekal pengetahuan yg cukup tentang kesehatan. dia hanya seorang putri bangsawan sang pembawa lentera kehidupan. dialah PERAWAT MALAIKAT TAK BERSAYAP yg mengikuti nalurinya merawat korban perang. Tidak menyangka bahwa tindakannya kelak menjadi sebuah profesi besar, profesi yg ditakdirkan lahir dari rahim penuh CINTA. Dan tidak kalahnya seorang perawat muslim Rufaidah Al-Asalmiya seorang perawat pertama muslim pada saat terjadi peperangan antara kaum muslim dan kaum kafir Quraisy, Dalam peperangan, baik dalam keadaan menang atau kalah, selalu ada korban nan berjatuhan. Di sinilah Siti Rufaidah merawat orang-orang nan terluka dalam perang. Ia membangun tenda di sekitar masjid Nabawi buat merawat kaum muslimin. Selain merawat orang lain, Rufaidah Al-Aslamiya juga mengajarkan ilmu keperawatan kepada para perempuan agar dapat membantu merawat orang nan sakit atau orang nan terluka dalam perang. 

Bahkan sebagai perawat, ia meminta izin kepada Rasulullah agar ia dan rekan lainnya dapat ikut serta di garis belakang peperangan. Rufaidah Al-aslamiya juga ikut aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti peduli terhadap kaum muslim nan miskin, anak-anak nan terlantar. Ia juga mengajarkan ilmu dia miliki kepada orang lain selain ilmu keperawatan. Sosok Rufaidah Al-Aslamiya sebagai tokoh perawat Islam memiliki kepribadian nan sangat luhur dan memiliki sifat empati, sehingga dalam memberikan pelayanan kesehatan sangat baik. Dua tokoh dunia ini ibarat malaikat tak bersayap. Ada suatu kemiripan atau kalau boleh dikatakan sama antara Pencinta Tuhan dengan Perawat, karena manusia adalah wakil Tuhan atau kalau ditafsirkan ke dalam bahasa sufi : manusia adalah tajalli atau manifestasi dari Tuhan, sedangkan perawat adalah pencinta sesama manusia. Jadi Perawat adalah profesi yang sangat sufistik religius.

Seperti yang saya katakan pada paragram pertama bahwa perawat itu ibarat lilin yang menerangi kegelapan tapi membakar dirinya.  Ya seperti halnya kisah dua tokoh dunia keperawatan dunia Florent Ninghtingale dan Rufaidah Al-Aslamiya. Memiliki jiwa sosial dengan mengedepankan tugas professionalnya dengan tidak memikirkan segala tindakan dapat membahayakan diri sendiri demi kesembuhan pasien yang dirawat. Begitu pula yang terjadi sekarang ini dengan melihat banyak kisah perawat bertujuan membantu pasien melainkan dituduh melakukan mallpraktek diantaranya: seorang mantri yang bertugas sebagai kepala puskesmas pembantu di pedalaman kalimantan dijatuhi pidana karena membuat resep obat daftar G.Pidana dijatuhkan karena bersalah melakukan praktik selayaknya dokter. Berusaha membantu menyelamatkan nyawa pasien (Emergency)  ujung-ujungnya merugikan diri sendiri dan  dituduh melakukan mallpraktik.  Dan muncul baru-baru kemarin perawat Mutia  terjadi mallpraktik dan dijadikan tersangka pada kasus transfusi darah.  Dan masih banyak kisah-kisah perawat lainnya yang dituduh melakukan mallpraktik.  Terkadang kita lupa, bahwa kita menolong orang lain dan merugikan diri sendiri.

Perawat bukan malaikat bersayap yang diciptakan tuhan tanpa salah. perawat hanya manusia adalah malaikat tak bersayap yang tak lepas dari noda. Tapi berusaha untuk berproses menjadi lebih baik dan terus memperbaiki diri. Memberi pelayanan yang terbaik. Berharap jasa yang perawat  lakukan terpancar  seputih baju yang dikenakan. Tidak ada kata lelah menghadapi orang sakit tak semudah menghadapi orang yang sehat. Sisi psikologis tentu sangat berperan, kesabaran yang ekstra harus dimainkan. Belum lagi menghadapi keluarga pasien yang sudah tentu beraneka karakter, memang harus memiliki kemampuan khusus. Semua tak mudah dan  terkadang kesabaran itu harus teruji dan goyah. Maafkan bila kami tak bisa terseyum 24 jam. Kami perawat hanya butuh hargai keringat kami bukan membuat kami masuk dalam jeruji besimu. Kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan keburukan akan dibalas dengan keburukan. Tiada sedikit rasa sesal akan profesi.  ingin aku katakana pada dunia bahwa saya bangga menjadi seorang perawat meski kami bukan malaikat yang bersayap. Tapi kami bisa menjadi malaikat tak bersayap.
Dapatkan Berita Terupdate dari JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.

Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Perawat Adalah Malaikat Tak Bersayap

Trending Now