![]() |
Oleh: Muh. Yunus HM.
|
WAJOTERKINI.COM - Dari segi tujuan, langkah Polres Wajo untuk melaksanakan serangkaian tes urine di kalangan pegawai negeri dan anggota DPRD Wajo adalah upaya untuk membersihkan aparat sipil negara dari pengaruh narkotika. Sungguh upaya mulia dan patut mendapatkan dukungan oleh kita semua. Namun demikian, tetap (barangkali) perlu "dikritisi" secara tajam, minimal saling mengingatkan: jangan sampai ada pihak tertentu justru akan "memanfaatkan" situasi.
Ada dua alasan mengapa perlu dikritisi. Pertama, alasan 'apriori' (prasangka kurang baik), yakni, sudah menjadi buah bibir di sejumlah kalangan bahwa penegakan hukum di negeri ini hampir sudah kehilangan kepercayaan disebabkan oleh perilaku oknum - oknum penegak hukum yang "nakal". Kedua, alasan 'objektif' (prasangka baik), bahwa tidak semua oknum aparat penegak hukum bermoral brengsek yang kerjanya cuma mengabdi kepada kekuasaan dan uang. Banyak diantara para penegak hukum kita yang masih memiliki komitmen kuat untuk tetap konsisten mengabdi dan berjalan di atas rel koridor hukum dan keadilan. Di pundak mereka, kita masih dapat menaruh harapan besar yakni berharap penegakan hukum benar - benar memihak kepada keadilan dan kebenaran.
Karena tes urine tersebut bersifat kasuistik dan tidak selalu dapat dijadikan indikasi umum. Sehingga di sini, perlu digarisbawahi sasaran yang akan mengalami tes urine, tentu tidak semua pegawai negeri sipil dan anggota DPRD di Wajo yang akan menjadi sasaran tes urine. Melainkan ditujukan khusus bagi oknum pegawai negeri dan anggota dewan yang "terindikasi" (diduga kuat, terjemahan saya) telah menyalahgunakan narkoba. Sebenarnya tindakan memberantas narkoba oleh undang - undang (negara) memang sudah membebankan kepadanya, sebagai polisi negara untuk melayani dan melindungi masyarakat dari ancaman kejahatan.
Para ahli (kesehatan dan kriminologi) telah mengamini akan bahaya ancaman narkotika bagi kelangsungan hidup generasi muda, justru bukan meraih masa depan cerah tapi malah masa depan yang suram akibat penyalahgunaan narkoba. Menurut ahli kesehatan, dampak penyalahgunaan narkoba bagi kesehatan manusia selain akan merusak kesehatan diri pecandu dan kesehatan calon keturunannya, pengaruh negatifnya pun akan terus berlangsung hingga beberapa generasi kemudian. Anak cucu pencandu narkoba mungkin saja akan lahir normal secara fisik seperti orang normal lain. Namun secara psikis kemungkinan besar akan mengalami lahir idiot, saraf berpikir kurang normal.
Ancaman tersebut, tidak cuma sebatas akan merusak kesehatan fisik dan mental pecandunya serta masa depan kehidupan generasi yang akan datang. Dan juga akan merusak lingkungan masyarakat secara sosial yang bakal memicu timbulnya beragam masalah sosial dan kriminalitas. Seperti putus sekolah, penyebaran virius penyakit HIV/AIDS, kecelakaan lalu lintas, pencurian, pembegalan, korupsi, pemerkosaan dan berbagai masalah kriminal lainnya. Itulah sebabnya pemberantasan narkoba harus diberi perhatian serius, tidak boleh disepelekan. Sehingga semua pihak hendaknya bersikap waspada dan mendukung semua upaya pemberantasan penyalahgunaan narkoba. Dukungan semua pihak merupakan manifestasi dari kewajiban moral, sikap peduli dan kesepakatan mutlak untuk menjadikan penyalahgunaan narkoba sebagai musuh bersama.
Mengingat letak penekanan masalahnya kepada barang siapa atau siapa saja menyalahgunakan narkoba. Maka, bahkan kepada oknum pejabat Bupati dan Ketua DPRD pun tanpa terkecuali, misalnya. Menurut saya, polisi tidak "perlu" mengantongi izin atau meminta izin terlebih dahulu dari Bupati dan Ketua DPRD, asalkan sudah ada oknum yang "ketangkap basah" hendaknya polisi langsung saja melaksanakan tes urine terhadap siapapun oknumnya.
Dapat dibayangkan, betapa merepotkan polisi kita, andai serangkaian tes urine ditujukan kepada semua pegawai negeri sipil dan anggota DPRD di Wajo. Kalau sampai tes urine mesti dilaksanakan kepada semua PNS dan DEWAN dengan dalih (justifikasi) tafsir tindaklanjut atas surat keterangan sehat yang pernah diberikan dokter kepada calon anggota legislatif (Caleg) dan calon pegawai negeri sipil (CPNS/ASN) sebagai salah satu persyaratan untuk menjadi CALEG dan CPNS. ---- khusus CPNS, saya tidak tahu, apakah surat keterangan dokter berlaku sama seperti caleg.
Tapi seharusnya berlaku sama, CPNS juga mesti melampirkan keterangan sehat dari dokter---- Maka idealnya tes urine, boleh dilaksanakan setiap satu bulan, dua bulan ataukah setiap tiga bulan tanpa memandang bulu, termasuk tes urine bagi pejabat-pejabat di daerah beserta jajarannya, seperti, kepala rumah sakit berserta semua pegawai rumah sakit, pejabat bupati, pejabat ketua DPRD, pejabat kepala Kejaksaan Negeri, ketua Pengadilan Negeri, misalnya. Namun usulan itu, saya pikir terlalu berlebihan, tidak mungkin akan dilakukan karena terlalu ekstrim. Meskipun azas hukum mengatakan bahwa di hadapan hukum, semua orang sama. Namun dalam masalah insidentil tetap "diperlukan" pengeculian. He he he..!
Tapi seharusnya berlaku sama, CPNS juga mesti melampirkan keterangan sehat dari dokter---- Maka idealnya tes urine, boleh dilaksanakan setiap satu bulan, dua bulan ataukah setiap tiga bulan tanpa memandang bulu, termasuk tes urine bagi pejabat-pejabat di daerah beserta jajarannya, seperti, kepala rumah sakit berserta semua pegawai rumah sakit, pejabat bupati, pejabat ketua DPRD, pejabat kepala Kejaksaan Negeri, ketua Pengadilan Negeri, misalnya. Namun usulan itu, saya pikir terlalu berlebihan, tidak mungkin akan dilakukan karena terlalu ekstrim. Meskipun azas hukum mengatakan bahwa di hadapan hukum, semua orang sama. Namun dalam masalah insidentil tetap "diperlukan" pengeculian. He he he..!
Perspektif lebih ekstrim lagi bila setelah semuanya dianggap beres dan sukses, kemudian tes urine akan dikembangkan lagi kepada masyarakat umum, kepada para pengguna jalan raya, layaknya pemeriksaan kelengkapan kendaraan di jalan raya. Dengan dalih kekhawatiran ada oknum mengendarai kendaraan setelah mengonsumsi narkoba. Tujuannya adalah langkah preventif agar masyarakat pengguna jalan raya merasa aman, bebas dan terhindar dari kemungkinan kecelakaan lalu lintas akibat oknum pengendara yang menyalahgunakan narkoba.
Dapat dibayangkan, betapa merepotkan personil kepolisian kita, andaikan usulan "mengerikan" tersebut mesti dilaksanakan. Dan tidak mungkin itu dilaksanakan. Kompleksitas eksistensial manusia yang tidak menghendaki. Juga keterbatasan biaya dan jumlah personil kepolisian yg tidak memungkinkan. Bukan hanya masalah narkoba dan kejahatan saja yang harus dilayani oleh polisi, masih banyak menunggu masalah penting lainnya dan perlu diberi pelayanan maksimal. Polisi kita harus melayani dan menghadapi beragam masyarakat dari berbagai golongan, lapisan, watak. Katakanlah mulai dari "orangjahat" sampai ke "orangbaik".
Kembali ke alasan apriori (prasangka kurang baik) atas tes urine yang akan dilaksanakan Polres Wajo kepada "pegawai negeri dan dewan". Bila kemudian ternyata urine oknum dewan dan pegawai menunjukkan hasil positif pernah mengkonsumsi narkoba. Kiranya momentum ini, jangan 'dimanfaatkan' oleh oknum aparat untuk melakukan pratik suap. Dikhawatirkan justru terjadi praktik pemerasan dan berakhir dengan suap-menyuap antara oknum aparat dengan oknum dewan atau pegawai negeri yang dinyatakan memiliki urine positif.
Irjen. Pol. DR. Drs. H. Anton Charliyan, Kadiv Humas Polri, pada suatu kesempatan diskusi di acara Indonesia Lawyers Club ( ILC ), TV One. Beliau memberi perumpamaan seperti hantu terhadap sulitnya membuktikan masalah "artis bayaran". Semua orang dapat merasakan ada hantu tetapi tidak ada yang bisa membuktikan keberadaannya.
Saya ingin memimjam perumpaman beliau untuk mengatakan betapa sulitnya mengungkap masalah suap-menyuap yang sudah menjadi "adat istiadat" dalam lapangan kehidupan sosial kemasyarakatan bangsa ini. Walaupun masyarakat merasakan 'aroma suap' telah menusuk hidung namun terasa sangat sulit untuk dibuktikan kebenarannya. Kehadiran suap atau sogok akan terasa saat menjelang penerimaan pegawai negeri sipil (PNS/ASN). Juga dimikian dalam hajatan politik, MONEY POLITIK (politik uang) atau Serangan Fajar --istilah lain dari SUAP-- sering mewarnai perbincangan sejumlah kalangan pada saat menjelang pemilu legislatif dan pemilukada diselenggarakan. Meski kehadiran aromanya sudah mulai dirasakan berseliweran di tengah masyarakat seperti hantu bergentayangan namun tetap sulit dibuktikan secara hukum.
Dan penting pula untuk diketahui adalah urine positif dapat saja terjadi tanpa kita sadari. Boleh jadi yang bersangkutan tidak tahu kalau obat-obatan herbal yang sering ia konsumsi selama ini secara tak teduga ternyata mengadung ekstasi. Oleh sebab itu, hendaknya petugas dapat membedakan, urine posif karena kesengajaan mengkonsumsi narkoba secara rutin dan urine positif akibat ketidaktahuan atau secara tak terduga mengkonsumsi obat yang mengadung zat terlarang. Artinya perlakuan terhadap keduanya sedapat mungkin dapat dibedakan. Hasil positif tes urine bukan karena sengaja mengonsumsi narkoba secara rutin, melainkan akibat ketidaktahuannya telah 'ketergatungan' mengkonsumsi obat - obatan herbal yang ternyata mengadung ekstasi.
Selamat mengemban tugas mulia, sukses menjalankan tugas Pak Kapolres!
Makassar, (jumat)19 Februari 2016.
Dapatkan Berita Terupdate dari JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia